slider_top

[6] [recent] [slider-top-big] [Technology]
You are here: Home / Catatan Harian Seorang Guru: Menciptakan Sekolah Berkarakter

Catatan Harian Seorang Guru: Menciptakan Sekolah Berkarakter

| No comment
13317844911794905436Banyak orang tua yang menaruh harapan lebih kepada sekolah. Sebab sekolah harus menjadi rumah kedua bagi anak-anaknya. Tak salah bila mereka berharap lebih dari sekolah. Sekolah yang mampu menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai karakter yang baik kepada peserta didiknya. Sekolah yang berkarakter karena dikelola oleh orang-orang yang berkarakter pula. Di sekolah ada guru-guru yang berkarakter, dan di sekolahpula ada sebuah tumpuan harapan agar para guru mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya.


Memang harus diakui, sekolah berkarakter adalah sebuah tumpuan harapan. Harapan orang tua yang ingin anaknya terbina dengan baik. Harapan masyarakat yang ingin anak-anak di lingkungannya menjadi anak yang berbakti kepada bangsa, agama, dan orang tuanya. Itulah sketsa wajah negeri yang kita idolakan. Tetapi bagaimana caranya?

Menanamkan pendidikan berkarakter tidaklah mudah. Diperlukan proses yang panjang dalam membangun karakter itu sendiri. Sebab di Labschool, kami tidak hanya menjadikan anak cerdas otak, tetapi juga cerdas watak. Dari Cerdas Watak inilah kami mengembangkan peserta didik menjadi manusia unggul.

Watak atau karakter peserta didik terbangun ketika ada sebuah system yang kuat dalam mengembangkan budaya sekolah atau school culture. Budaya sekolah yang unik dan tidak dimiliki oleh sekolah lainnya, membuat Labschool unggul di masyarakat. Unggul dalam bidang akademis dan non akademis. Unggul dalam bidang ko-kurikuler dan ekstrakurikuler. Lebih dari 30 cabang kegiatan ekstrakurikuler kami buka untuk menyalurkan minat dan bakat siswa.

Tentu anda akan bertanya-tanya, dimana nilai unggul sebuah sekolah? Nilaiunggul sebuah sekolah terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh oleh para civitas sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan potensi unik dari para peserta didiknya. Potensi unik inilah yang kami kembangkan dalam pendidkan berkarakter melalui budaya sekolah.

Hal itu telah dilakukan oleh sekolah Labschool dengan mengembangkan budaya sekolah ke dalam bentuk berbagai kegatan kesiswaan. Di dalam berbagai kegiatan itulah pendidikan berkarakter dimasukkan dalam hidden curriculum yang diberikan kepada siswa secara sistematis. Kami sduah memulia itu dari pertama kali siswa masuk ke sekolah sampai meninggalkan sekolah kami.

Pendidikan berkarakter di sekolah kami telah dimulai pada saat siswa pertama kali masuk sekolah sampai kegiatan pelepasan siswa. Melalui kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS), para siswa baru diperkenalkan berbagai kegiatan yang akan mereka ikuti selama mereka bersekolah di Labschool. Ketika mereka telah dinyatakan lulus dari Labschool, maka kami melepasnya dengan sebuah kegiatan yang bernama pelepasan siswa. Inilah event terakhir dari serangkaian kegiatan siswa yang di dalamnya telah disisipkan pendidikan berkarakter dalam kurikulum tersembunyi.

Tak mudah membangun sekolah berkarakter. Apalagi di zaman edan seperti ini. Korupsi merajalela, dan sulit sekali koruptor dijerat dengan pasal-pasal korupsi karena pasal-pasal itu sendiri seperti karet yang elastis dan mudah sekali terputus. Tak heran bila kasus korupsi di negeri ini menjadi kasus yang mudah dilihat, tapi tak bisa dipegang. Sebab sekali dipegang, maka akan banyak tangan yang terpegang, kita pun menjadi bingung dan linglung sebab banyak orang baik menurut kita yang terseret. Sulit dibedakan mana yang benar-benar koruptor, dan mana yang hanya menjadi korban saja. Sebab semua itu harus teruji di meja hijau atau pengadilan.

Melihat sketsa wajah negeri seperti di atas, hal itu tentu akan menjadi tidak baik bila dilihat oleh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Mereka tentu akan kecewa karena penegakan hukum tak sesuai dengan harapan. Sedangkan mereka selalu mendapatkan nasehat dari para guru untuk berlaku jujur dalam situasi dan keadaan apapun.

Sekolah tentu harus mengajarkan kejujuran kepada para peserta didiknya. Sebab jantungnya karakter terletak kepada kejujuran. Ketika kita tak mampu berbuat jujur, maka jangan harap ada orang yang mau percaya kepada kita. Kitapun tak menjadi orang yang kredibel karena kepercayaan itu dimulai dari sebuah kejujuran. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.

Sebagai sekolah umum, sekolah kami dituntut untuk mampu menjadi sekolah yang berkarakter. Tentu dalam proses pelaksanaannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada saja tantangan dan rintangan kami hadapi. Namun dengan penuh ketekunan, dan kerjasama dari semua pihak, sekolah kami mampu mengatasinya. Melalui budaya sekolah atau school culture yang terus menerus disempurnakan, sekolah kami terus membangun karakter siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hal itu terkemas dalam berbagai program kesiswaan yang disusun dalam program kerja Majelis Pembina OSIS (MPO) yang tersusun rapi, dan setiap tahunnya selalu dievaluasi melalui berbagai program kerja OSIS. Para peserta didikpun dilatih untuk mampu berorganisasi dengan baik di sekolah.

Sekolah berkarakter itu seperti sekolah laskar pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana. Tetap menjaga karakter sekolahnya dan membangun kejujuran.

Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus dikuasai siswa.

Sekolah itu telah mampu mengajarkan cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar Pelangi”).

Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana. 

Film laskar pelangi yang sudah kita tonton sungguh sangat mengharukan. Film yang bercerita tentang dunia pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay

kutipan : www.kompasiana.com