Banyak orang tua yang menaruh harapan
lebih kepada sekolah. Sebab sekolah harus menjadi rumah kedua bagi
anak-anaknya. Tak salah bila mereka berharap lebih dari sekolah. Sekolah
yang mampu menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai karakter yang baik
kepada peserta didiknya. Sekolah yang berkarakter karena dikelola oleh
orang-orang yang berkarakter pula. Di sekolah ada guru-guru yang
berkarakter, dan di sekolahpula ada sebuah tumpuan harapan agar para
guru mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya.
Memang harus diakui, sekolah berkarakter
adalah sebuah tumpuan harapan. Harapan orang tua yang ingin anaknya
terbina dengan baik. Harapan masyarakat yang ingin anak-anak di
lingkungannya menjadi anak yang berbakti kepada bangsa, agama, dan orang
tuanya. Itulah sketsa wajah negeri yang kita idolakan. Tetapi bagaimana
caranya?
Menanamkan pendidikan berkarakter
tidaklah mudah. Diperlukan proses yang panjang dalam membangun karakter
itu sendiri. Sebab di Labschool, kami tidak hanya menjadikan anak cerdas
otak, tetapi juga cerdas watak. Dari Cerdas Watak inilah kami
mengembangkan peserta didik menjadi manusia unggul.
Watak atau karakter peserta didik
terbangun ketika ada sebuah system yang kuat dalam mengembangkan budaya
sekolah atau school culture. Budaya sekolah yang unik dan tidak dimiliki
oleh sekolah lainnya, membuat Labschool unggul di masyarakat. Unggul
dalam bidang akademis dan non akademis. Unggul dalam bidang ko-kurikuler
dan ekstrakurikuler. Lebih dari 30 cabang kegiatan ekstrakurikuler kami
buka untuk menyalurkan minat dan bakat siswa.
Tentu anda akan bertanya-tanya, dimana
nilai unggul sebuah sekolah? Nilaiunggul sebuah sekolah terlihat dari
upaya-upaya yang dilakukan oleh oleh para civitas sekolah (stakeholder)
dalam mengembangkan potensi unik dari para peserta didiknya. Potensi
unik inilah yang kami kembangkan dalam pendidkan berkarakter melalui
budaya sekolah.
Hal itu telah dilakukan oleh sekolah
Labschool dengan mengembangkan budaya sekolah ke dalam bentuk berbagai
kegatan kesiswaan. Di dalam berbagai kegiatan itulah pendidikan
berkarakter dimasukkan dalam hidden curriculum yang diberikan kepada
siswa secara sistematis. Kami sduah memulia itu dari pertama kali siswa
masuk ke sekolah sampai meninggalkan sekolah kami.
Pendidikan berkarakter di sekolah kami
telah dimulai pada saat siswa pertama kali masuk sekolah sampai kegiatan
pelepasan siswa. Melalui kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS), para
siswa baru diperkenalkan berbagai kegiatan yang akan mereka ikuti selama
mereka bersekolah di Labschool. Ketika mereka telah dinyatakan lulus
dari Labschool, maka kami melepasnya dengan sebuah kegiatan yang bernama
pelepasan siswa. Inilah event terakhir dari serangkaian kegiatan siswa
yang di dalamnya telah disisipkan pendidikan berkarakter dalam
kurikulum tersembunyi.
Tak mudah membangun sekolah berkarakter.
Apalagi di zaman edan seperti ini. Korupsi merajalela, dan sulit sekali
koruptor dijerat dengan pasal-pasal korupsi karena pasal-pasal itu
sendiri seperti karet yang elastis dan mudah sekali terputus. Tak heran
bila kasus korupsi di negeri ini menjadi kasus yang mudah dilihat, tapi
tak bisa dipegang. Sebab sekali dipegang, maka akan banyak tangan yang
terpegang, kita pun menjadi bingung dan linglung sebab banyak orang baik
menurut kita yang terseret. Sulit dibedakan mana yang benar-benar
koruptor, dan mana yang hanya menjadi korban saja. Sebab semua itu harus
teruji di meja hijau atau pengadilan.
Melihat sketsa wajah negeri seperti di
atas, hal itu tentu akan menjadi tidak baik bila dilihat oleh anak-anak
sebagai generasi penerus bangsa. Mereka tentu akan kecewa karena
penegakan hukum tak sesuai dengan harapan. Sedangkan mereka selalu
mendapatkan nasehat dari para guru untuk berlaku jujur dalam situasi dan
keadaan apapun.
Sekolah tentu harus mengajarkan
kejujuran kepada para peserta didiknya. Sebab jantungnya karakter
terletak kepada kejujuran. Ketika kita tak mampu berbuat jujur, maka
jangan harap ada orang yang mau percaya kepada kita. Kitapun tak menjadi
orang yang kredibel karena kepercayaan itu dimulai dari sebuah
kejujuran. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Sebagai sekolah umum, sekolah kami
dituntut untuk mampu menjadi sekolah yang berkarakter. Tentu dalam
proses pelaksanaannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada saja
tantangan dan rintangan kami hadapi. Namun dengan penuh ketekunan, dan
kerjasama dari semua pihak, sekolah kami mampu mengatasinya. Melalui
budaya sekolah atau school culture yang terus menerus disempurnakan,
sekolah kami terus membangun karakter siswa yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hal itu terkemas dalam berbagai program
kesiswaan yang disusun dalam program kerja Majelis Pembina OSIS (MPO)
yang tersusun rapi, dan setiap tahunnya selalu dievaluasi melalui
berbagai program kerja OSIS. Para peserta didikpun dilatih untuk mampu
berorganisasi dengan baik di sekolah.
Sekolah berkarakter itu seperti sekolah
laskar pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan
melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari
sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun
ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana. Tetap menjaga karakter
sekolahnya dan membangun kejujuran.
Namun, siapa yang akan mengira kalau
sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak
didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih
mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus
dikuasai siswa.
Sekolah itu telah mampu mengajarkan
cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan
dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan
kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan
energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga
menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata
”Laskar Pelangi”).
Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana.
Film laskar pelangi yang sudah kita
tonton sungguh sangat mengharukan. Film yang bercerita tentang dunia
pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih,
penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang
diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita
pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi
tentang sekolah.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
kutipan : www.kompasiana.com

