slider_top

[6] [recent] [slider-top-big] [Technology]
You are here: Home / Paradigma Pendidikan di Indonesia

Paradigma Pendidikan di Indonesia

| No comment


Dewasa ini, ada berbagai macam harapan dan DAMPAK yang dapat di peroleh dari Pendidikan. Ada yang berharap pendidikan dapat memberikan kebermanfaatan dengan menyelesaikan permasalahan yang ada. Ada pula yang berharap Pendidikan dapat menuntun seseorang menuju kesuksesan dengan parameter kesejahteraan dari segi ekonomi. Namun pada prosesnya tidak jarang pendidikan membuat orang bersemangat untuk berlomba-lomba, bersaing, dalam memenuhi standar-standar yang ada.
Apakah anda setuju? Ya, sekilas saya pun setuju. Namun jika melihat fakta yang terjadi, banyak para pemangku kebijakan saat ini yang katanya orang berpendidikan, lulusan dari universitas terbaik, menentukan kebijakan-kebijakan yang tidak tepat dan tidak Pro Rakyat. Bukannya menyelesaikan masalah bangsa, namun menambah masalah yang ada.
Proses yang terjadi pun membuat kita berlomba-lomba untuk bersemangat mencapai posisi yang terbaik dengan standar yang disama ratakan pada setiap anak. Coba saja tanyakan kepada elemen pendidik yang berada pada tripusat pendidikan (orang tua, guru, dan masyarakat). Apa yang mereka harapkan dari seorang anak di masa studinya? Ya, anak yang cerdas akademiknya, berprestasi baik akademik maupun non akademik, dan anak yang berkarakter. Namun sayangnya karakter dari anak masih belum menjadi prioritas utama dari paradigma pendidikan yang ada pada tripusat pendidikan saat ini.
Banyak orang yang telah mencapai kesuksesan dalam mencapai kesejahteraan ekonomi, namun yang sangat disayangkan kesejahteraan ekonomi ini hanya bersifat pribadi. Hal ini menyebabkan gap kesenjangan yang ada makin lebar, disaat seseorang hanya memikirkan kesejahteraan pribadi tanpa menengok kebelakang ternyata masih ada saudara kita yang butuh uluran tangan. Coba saja tanyakan kepada para lulusan S1 saat ini, apakah mereka lebih memilih bekerja pada perusahaan negara, membuka lapangan usaha mandiri, atau menjadi ajudan perusahaan asing dengan gaji setinggi langit, padahal jika kita hitung gaji semacam itu tidak sebanding dengan kekayaan alam kita yang di exploitasi.
Mengutip pendapat dari Prof Daniel M. Rosyid, guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang juga sebagai Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur, pendidikan seharusnya lebih mengedepankan daya sanding, bukan daya saing. Sehingga anak Bangsa kita nantinya dapat bekerja sama membangun Indonesia dalam sebuah harmonisasi yang indah, karena sejatinya kita tahu Indonesia adalah bangsa yang diberkahi ragam suku dan budaya. Serta mengutip pendapat dari Pak Sulistyanto Soejoso, anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, bahwa setiap anak adalah unik, mereka memiliki bakat dan minat masing-masing untuk di kembangkan. Maka sudah seharusnya anak tidak di posisikan sebagai kertas kosong, proses pengembangan dan standar-standar yang di capai tidak bisa disamaratakan.
Bukan untuk menentang konsep dan paradigma pendidikan yang ada di Indonesia, melainkan untuk terus berharap bahwa Pendidikan kita dapat terus berkembang memenuhi kebutuhan Bangsa. Bukan sekedar meniru maupun menjiplak konsep pendidikan yang ada di negara lain, melainkan Indonesia sendirilah yang harus menciptakan konsep pendidikan. Karena sejatinya pendidikan sangat erat hubungannya dengan manusia yang unik dan dinamis di setiap perasaan, pemikiran, dan perbuatannya.
Jika berbicara tentang pendidikan di Indonesia, tentunya kita harus merujuk pada Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Beliau tidak sepakat dengan konsep pendidikan yang diwariskan oleh kolonial belanda dimana orientasi pada pendidikan hanya mengacu pada segi kognitf (penalaran) tanpa melihat dari segi yang lain, yaitu pendidikan budi pekerti (karakter) sehingga produk yang di hasilkan oleh sistem pendidikan tersebut hanya melahirkan manusia pintar dengan sifat individualis dan moral yang buruk.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, “Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak - anak. Maksudnya adalah Pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Jadi setiap anak memiliki bakat dan potensi masing-masing.” Dalam kalimat tersebut jelas sudah bahwa setiap anak memiliki bakat dan potensi yang berbeda-beda. Sehingga kita para elemen pendidik sudah seharusnya mengembangkan anak sesuai dengan hal itu, tentunya dengan standar yang berbeda pula. Mengacu pada konsep mulitiple intelegence dari Profesor Howard Gardner (Harvard University), Beliau mengelompokkan kecerdasan anak dalam delapan tipe yaitu kecerdasan visual, verbal, logical/ matematis, kinestetik, musik, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Kedelapan tipe kecerdasan ini pun jika dikembangkan sesuai dengan minat anak akan sangat berdampak kepada perkembangan Indonesia. Contoh saja Bapak Iwan Fals yang dengan alunan musiknya dapat membangun semangat nasionalisme bangsa,  Bapak Mario Teguh dengan kata-kata mutiaranya dapat menginspirasi banyak orang, Bapak Dahlan Iskan dengan perhitungan matangnya ikut membantu perkembangan manufaktur di Indonesia, juga Evan Dimas dengan kepiawaiannya memainkan bola bundar ikut serta meningkatkan kebanggaan Bangsa Indonesia.
Hal yang paling utama dalam proses pembelajaran adalah kegairahan belajar, sehingga dengan melakukan apa yang anak sukai, sesuai dengan bakatnya, dampak yang timbul akan lebih terasa. Seperti pendapat dari Bapak Pendidikan kita dimana tujuan dari pendidikan adalah agar manusia sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setingg-tingginya. Dalam mendapatkan kebahagiaan pun anak membutuhkan apresiasi dalam perjalanan pembelajarannya menjadi orang yang bermanfaat, bukan apresiasi berupa materi melainkan apresiasi yang datang dari dalam hati. Apresiasi ini menjadi kebahagiaan yang datang dari eksternal anak, disamping kebahagiaan yang datang dari internal anak berupa kesenangan dalam belajar sesuai dengan bakat dan minatnya.
Seirama dengan tujuan dari Pendidikan Nasional pada UU No.20 Tahun 2003, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Sehingga sudah seharusnya paradigma pendidikan pun mengacu pada diri anak itu sendiri dan juga dikembangkan sebagai modal kesuksesan di masa yang akan datang. Pendidikan budi pekerti pun tidak boleh dilupakan pada proses pendidikan yang terjadi. Agar setiap orang merasa bangga dan bersama-sama membangun Indonesia dengan bakat dan potensinya masing-masing.(Muhammad Ishar, Director IECC)