slider_top

[6] [recent] [slider-top-big] [Technology]
You are here: Home / Terisolir : Potret lain wilayah Kab.Sidoarjo

Terisolir : Potret lain wilayah Kab.Sidoarjo

| No comment
keadaan kelas di SD Gebang II

Mungkin ketika anda membaca artikel ini akan merasa seperti di pulau-pulau luar Jawa yang tidak pernah dijamah manusia, silahkan anda kembali dan segera menapak di bumi. Karena ini adalah wilayah Sidoarjo yang selama ini penuh sesak dengan hingar-bingar perkotaan.
Dalam rangka mencari daerah sasaran untuk IECC for Indonesia, hari ini (24/3) squad BSO IECC melakukan survey pertama yaitu  di kabupaten Sidoarjo, tepatnya di Jalan Pucu’an desa Gebang kecamatan Sidoarjo. Untuk menuju wilayah tersebut terdapat dua pilihan akses, yaitu melalui jalur darat dan perairan.

Pilihan pertama jatuh pada jalur darat. Menggunakan sepeda motor ternyata tidak cukup mudah untuk akses ke desa Gebang, jalanan yang sempit (kanan-kiri rawa) dan jalan becek sisa hujan, sedikit membuat kami kewalahan, dengan berbagai pertimbangan terutama keselamatan akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan melalui jalur darat.
Medan tak mengurungkan tekad kami untuk meneruskan perjalanan. Setelah melihat medan yang tidak bisa ditembus melalui jalur darat, jalur perairan pun menjadi harapan kami selanjutnya. Berbekal uang 300  ribu rupiah, kami menyewa perahu demi mencapai Pucu’an yang sekitar 1,5 jam perjalanan menggunakan perahu. Air di hilir sungai yang sedikit coklat dan sisa-sisa sampah dari hulu menemani perjalanan kami, kanan-kiri tanaman bakau dan burung-burung di tepian sungai menjadi pemandangan yang sangat sulit dijumpai di daerah perkotaan besar.
Dalam perjalanan (ingat: naik perahu) kami singgah di Dusun Ketingan, desa Sawoan. Sekitar 300 KK menempati wilayah ini, perkampungan kecil yang cukup rapi, namun tak serapi dengan keadaan pendidikan disana. Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama  menjadi satu atap. Transportasi para guru menjadi kendala besar disana hingga belajar megajar pun harus dimulai pukul 8.00 WIB dan diakhiri pukul 11.00 WIB. Kedaan gedung sekolah yang sudah mendapat renovasi dari pemerintah menjadi cercah cahaya tersendiri untuk masyarakat disana, meski untuk masalah penunjang belajar masih kurang. Tanah yang memiliki salinitas tinggi sehingga sulit untuk dibuat berkebun membuat mayoritas masyarakat disana bermata pencaharian sebagai nelayan dan bekerja di tambak.
Jalan Pucu’an, desa gebang, akhirnya kami bisa menapakkan kaki disana. Cukup miris melihat pemandangan disana, gedung Sekolah Dasar yang terbuat dari papan kayu mengingatkan kami pada film yang pernah fenomenal “Laskar Pelangi”. Lantai yang juga terbuat dari papan kayu, sebelah kanan gedung langsung disambut dengan luasnya tambak, dan lapangan upacara yang tanahnya kering keronta (entah pernah dipakai upacara atau tidak). Jumlah pengajar sebanyak tiga orang dan seorang kepala sekolah, mereka semua adalah pendatang yang selalu menaiki perahu untuk bertemu dan berbagi ilmu dengan ± 20 siswa disana. Tengok kanan-kiri sepi, sampai akhirnya salah satu penduduk menghampiri kami. Banyak cerita yang beliau sampaikan. Listrik yang belum menjangkau daerah ini, Generator set yang menerangi malam disana, sekolah SMP yang harus ke dusun ketingan dengan menggunakan perahu, dan tentang relawan yang datang hampir setiap minggu ke daerah ini untuk memberikan hiburan. Tidak jauh berbeda dengan wilayah singgah sebelumnya, masyarakat daerah sini juga bermata pencarian sebagai nelayan dan bekerja di tambak.